Jakarta – Pada Jum’at 10 November 2017 malam, sejumlah dosen dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan Kampus Jakarta memberikan penyuluhan hukum untuk masyarakat RW 7 Kelurahan Manggarai, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan (Jaksel). Dosen yang menjadi pembicara utama dalam penyuluhan tersebut adalah Prof. Dr. Nurhasan Ismail, S.H., M.Si., Prof. Dr. Sulistyowati S.H., M.Hum., Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum, dan Prof. Dr. Ari Hernawan S.H., M.Hum..
Kegiatan penyuluhan hukum merupakan salah satu bentuk kegiatan pengabdian perguruan tinggi kepada masyarakat. Pengabdian masyarakat merupakan salah satu dari Tri Dharma pendidikan tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian masyarakat. Kegiatan penyuluhan hukum di Kelurahan Manggarai dihadiri sekitar 60 perwakilan warga.
Acara yang diadakan di Balai RW 7 itu memberikan kebebasan kepada warga untuk menanyakan segala hal berkaitan dengan hukum. Perihal yang paling banyak ditanyakan adalah tanah negara, tanah garapan, dan mengenai nikah siri serta status pekerja di dalam dunia kerja.
Pada kesempatan itu, Nurhasan Ismail, yang merupakan pakar ilmu Hukum Agraria menjelaskan, tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia adalah milik seluruh warga negara Indonesia. Negara, kata Nurhasan, diberikan kewenangan untuk mengatur kepemilikan tanah oleh masyarakat. “Jadi negara sebenarnya tidak mempunyai tanah, yang memiliki tanah adalah masyarakat. Negara hanya mengatur,” kata dia. Nurhasan juga menjelaskan bahwa negara dalam arti tertentu adalah pemerintah, istilah aset negara menurut Nurhasan adalah salah kaprah, karena seyogyanya menggunakan istilah aset pemerintah.
Pada kesempatan itu, ada warga yang menanyakan terkait dengan tanah milik PT. KAI. Warga menanyakan apakah bisa tanah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagaimana mereka tempati sekarang bisa menjadi milik mereka dengan atas hak sertifikat. Nurhasan menyampaikan bahwa kalau ada bukti kepemilikan dari warga misalnya berupa girik bisa saja dibuatkan sertifikat. “Kalau tidak memiliki bukti kepemilikan ya tentu tidak bisa,” kata Nurhasan.
Menjawab pertanyaan dua orang perempuan, mengenai nikah siri, Ari Hernawan, menjelaskan, seorang pria muslim bisa saja menikah lebih dari sekali seperti melakukan nikah siri, nikah siri merupakan hal yang sah secara agama Islam. Namun, menikah lagi seperti menikah siri harus atas persetujuan atau seizin istri pertama.
Acara penyuluhan hukum berjalan dengan lancar, semua pertanyaan dari warga ditanggapi oleh narasumber. Warga juga terlihat puas dengan jawaban-jawaban yang disampaikan oleh Narasumber.